VIVAnews - Sekitar satu juga orang, baik itu warga lokal maupun pekerja asing terjebak konflik di Libya, padahal situasi keamanan di negeri itu kian buruk di tengah pertikaian antara rezim Muammar Khadafi dengan massa pemberontak.
Mereka terancam kesulitan pasokan logistik karena banyak toko yang tutup sejak krisis melanda Libya selama lebih dari tiga pekan.
Menurut kantor berita Associated Press, perlu dana US$160juta, atau sekitar Rp1,4 triliun, untuk memenuhi kebutuhan para warga yang masih berada di Libya. Perhitungan itu berdasarkan laporan dari Komisi Tinggi PBB Urusan Pengungsi PBB (UNHCR), Senin 7 Maret 2011.
UNHCR membutuhkan tambahan dana untuk membangun kamp pengungsi, makanan, kebutuhan nutrisi, perawatan kesehatan, air, fasilitas sanitasi dan kebersihan.
“Dana ini dihitung berdasarkan skenario proyeksi lebih dari 400ribu orang yang siap meninggalkan Libya, dan 600.000 orang di Libya yang membutuhkan bantuan kemanusiaan,” ujar kepala pelaksana UNHCR, Valerie Amos.
Amos melaporkan, sejak 20 Februari lalu, sekitar 213 ribu pekerja asal luar negeri di Libya telah mengungsi melalui perbatasan Tunisia, Mesir, Niger dan Aljazair. Ratusan ribu warga lainnya diharapkan juga akan mengungungsi dalam jangka waktu tiga minggu.
PBB melalui 17 badan organisasinya turun langsung ke Libya dalam memenuhi kebutuhan para pengungsi. Selain PBB, Organisasi Internasional unyuk Migrasi (IOM), mengatakan mereka memerlukan US$49,2 juta atau sekitar Rp342 miliar untuk menyediakan bantuan makanan, air minum, kemah, dan perawatan kesehatan bagi 65.000 pekerja asing yang terjebak di Libya.
“Ini baru merupakan gambaran awal yang terlihat,” ujar juru bicara IOM, Jemini Pandya, seraya mengatakan bahwa terdapat 1,5 juta pekerja asing di Libya sebelum gejolak terjadi.
Sejak Senin, berbagai lembaga migrasi telah mengevakuasi 15 ribu pekerja asing melalui jalur darat dan udara ke Mesir, Bangladesh, Ghana, Mali dan beberapa negara lainnya. Pemerintahan beberapa negara juga terlihat berlomba-lomba membawa warga negaranya dari Libya.
Menurut harian The Christian Science Monitor, pemerintah China telah mengevakuasi 12.000 warganya dari Libya melalui jalur udara. Pemerintah Amerika Serikat menyewa kapal feri untuk membawa pulang 285 warga negaranya dari negara tersebut.
Sementara itu, pemerintah Inggris melakukan operasi rahasia untuk mengevakuasi warganya yang berjumlah sekitar 300 orang.
Sementara itu, warga negara Indonesia dilaporkan tinggal 61 orang yang belum dievakuasi dari Libya. Sebanyak 809 WNI berhasil dievakuasi dalam beberapa gelombang, baik melalui bantuan pemerintah maupun dari bantuan perusahaan tempat mereka bekerja.

0 komentar:
Posting Komentar